Tangerangsatu.com, – Pengacara Sakamuli Prentha, SH., MH., yang dikenal sebagai salah satu advokat handal di Indonesia, memberikan klarifikasi terkait penanganannya terhadap kasus Sujatna bin Basra yang diduga terlibat dalam kasus pidana pemalsuan dokumen tanah di Kabupaten Tangerang.
Kasus tersebut berdasarkan laporan polisi dengan nomor LP/B/23/I/2022/SPKT/Polres Kota Tangerang/Polda Banten yang dibuat pada 11 Januari 2022.
Sakamuli menjelaskan bahwa awal perkenalannya dengan Sujatna terjadi melalui seorang perantara dari pihak kepolisian yang tidak disebutkan namanya.
Pada April 2024, Sakamuli menerima Sujatna sebagai klien setelah melalui serangkaian pertemuan dan penyerahan dokumen yang disampaikan oleh Sujatna.
Namun, setelah terlibat lebih dalam dalam kasus ini, ia mulai mencurigai adanya kejanggalan dalam dokumen yang diberikan.
Menurut Sakamuli, terdapat beberapa dokumen yang diduga palsu, termasuk Surat Keterangan Waris dan Surat Girik yang berkaitan dengan tanah yang diklaim oleh Sujatna.
Kejanggalan lainnya muncul ketika ditemukan bahwa tanah yang diklaim oleh Sujatna telah dijual oleh ahli waris lain jauh sebelum kasus ini muncul, dan ada indikasi bahwa Sujatna mencoba menjual kembali tanah yang sudah terjual.
“Bagaimana mungkin seseorang yang sudah meninggal dapat melakukan transaksi jual beli tanah? Ini adalah pertanyaan besar dalam kasus ini,” ungkap Sakamuli.
Ia juga menyoroti keterlibatan pihak-pihak lain yang diduga memprovokasi Sujatna untuk memalsukan dokumen demi memperoleh keuntungan dari sengketa tanah tersebut.
Selain itu, Sakamuli mengungkapkan bahwa selama proses mediasi dengan pihak Alex Srijaya pemilik sah tanah berdasarkan sertifikat hak milik Sujatna sempat meminta uang sebesar Rp7 miliar sebagai bagian dari mediasi.
Hal ini, menurut Sakamuli, menambah kecurigaan terhadap niat Sujatna dalam menyelesaikan masalah ini.
Sakamuli menegaskan bahwa meskipun kliennya saat ini berstatus sebagai tersangka, ia tetap berkomitmen untuk membela hak-hak Sujatna dengan mengikuti proses hukum yang berlaku.
Namun, ia juga menekankan bahwa semua pihak harus jujur dan kooperatif dalam proses hukum ini.
Pengacara tersebut juga telah mengirim surat resmi kepada Kapolres Kota Tangerang, Kombes Pol.
Baktiar Joko Mujiono, dan berbagai instansi terkait, termasuk Kompolnas, Komnas HAM, dan Kapolri, untuk mengklarifikasi substansi kasus serta menyebutkan dugaan nama-nama mafia tanah yang terlibat.
Dalam kasus ini, Sakamuli berharap agar keadilan ditegakkan dan mafia tanah yang diduga terlibat dalam pemalsuan dokumen segera diusut tuntas oleh pihak berwenang.
Ia juga menegaskan dukungannya terhadap komitmen Presiden RI Joko Widodo dalam memberantas mafia tanah di seluruh Indonesia.
Sakamuli menyimpulkan bahwa kasus ini masih dalam proses hukum dan ia akan terus memantau perkembangan serta berusaha memastikan bahwa hak-hak kliennya, Sujatna, tetap terlindungi sesuai aturan hukum yang berlaku.
Sengketa warisan tanah Mailan bin Jugil mencuat, melibatkan ahli waris dari Basra bin Mailan dan keturunan H Nata. Mailan diketahui memiliki empat anak, yaitu Raki, Mai’ah, Basra, dan H Nata. Raki dan Mai’ah telah meninggal tanpa keturunan, sementara Basra dan H Nata memiliki keturunan.
Permasalahan muncul ketika H Nata diketahui telah menjual tanah tersebut, sementara keturunan Basra merasa tidak mendapat bagian. Ahli waris Basra, Sujatna dan Tamin, diminta untuk menggugat keturunan H Nata atas sengketa warisan ini.
Jika gugatan mereka menang, kasus ini akan berlanjut terkait kepemilikan sertifikat tanah, di mana terdapat dugaan penggunaan dokumen palsu.
Dokumen palsu tersebut diduga dibuat oleh seorang pengacara berinisial AS yang bekerja sama dengan Sujatna untuk membuat girik palsu atas nama Mailan.
Bukti percakapan WhatsApp antara Selamet dengan Fauzan Sunjaya alias Jaya alias Miing turut menguatkan dugaan ini. Pada tahun 2014, Sujatna juga membuat dan menggunakan surat keterangan waris yang menyebut dirinya sebagai anak kandung Mailan, meski faktanya ia hanya cucu. Pihak yang bersengketa menilai bahwa surat tersebut fatal dan tidak sah.
Tanah yang sudah bersertifikat hak milik tersebut diduga disewakan kepada pihak lain, Idris, sementara Sujatna diam-diam membuat Akta Jual Beli. Selain itu, surat kematian Mailan bin Jugil dan Basra bin Mailan diduga dibuat secara tidak sah oleh Oking, yang mengaku sebagai saudara, meski menurut informasi di lapangan, tidak ada saudara bernama Oking—hanya seorang teman Sujatna dengan nama yang sama.
Lapak limbah dan bangunan baru juga didirikan di lahan tersebut pada tahun 2018 untuk menguasai tanah secara fisik. Keturunan H Nata, selain Dahlan bin H Nata, tidak memberikan kuasa terkait tanah tersebut karena merasa tanah Mailan sudah terjual.
Dahlan, yang awalnya memberi kuasa, kemudian menyadari bahwa tanah Mailan dan H Nata sudah dijual.
Dalam catatan, tanah Mailan diduga dijual kepada Alex berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) tertanggal 19 Juni 1995, yang telah diakui oleh kepala desa Sentul saat diperiksa oleh penyidik Polres Kota Tangerang.
Dahlan, anak kandung H Nata, juga mengonfirmasi bahwa tanda tangan ayahnya pada AJB tersebut benar adanya.
Pihak-pihak yang terlibat berharap agar kasus ini dapat segera diselesaikan oleh Kapolres Kota Tangerang.
Dipertengahan perjalanan diketahui Sujatna bersekongkol dengan Dedi untuk membuat girik atas nama Sakman & Kursiah diduga palsu.
“Saya paling anti bela orang menggunakan dokumen/surat yang diragukan oleh sebab itu saya pun merasa bersalah kepada pemilik sertifikat hak milik yang sebelumnya sudah kami sebut dalam konten youtube”, ujar Sakamuli
Surat permohonan mediasi yang kami ajukan kepada Kapolres membuat pemilik sertifikat pusing tujuh keliling sebab permintaan sujatna terlalu besar sekitar 7 miliar tanpa dasar hukum yang jelas.
faktanya gugatan sujatna di pengadilan negeri tangerang yang diwakili oleh kuasa hukumnya Dimas CS ditolak oleh ketua majelis hakim pertimbangan nya tergugat kurang pihak dan alat bukti surat semua foto copy.
Tidak ada komentar