Tangerangsatu.com, Opini – Industri manufaktur Indonesia sedang berada dalam fase transisi. Tekanan dari pasar global, disrupsi teknologi, hingga biaya produksi yang kian membengkak menuntut efisiensi dan ketanggapan yang lebih tinggi.
Salah satu pendekatan manajemen produksi yang semakin populer di dunia dan mulai diterapkan di Indonesia adalah lean manufacturing.
Bukan sekadar strategi teknis, lean manufacturing adalah filosofi kerja yang berfokus pada mengeliminasi pemborosan, meningkatkan efisiensi, dan mengoptimalkan nilai yang diberikan kepada pelanggan.
Di era di mana kecepatan dan ketepatan menjadi kunci, lean manufacturing tampil sebagai solusi yang sangat relevan.
Lean manufacturing lahir dari sistem produksi Toyota di Jepang pada pertengahan abad ke-20. Prinsip dasarnya adalah bagaimana perusahaan bisa menghasilkan lebih banyak nilai dengan lebih sedikit sumber daya baik waktu, tenaga, bahan, maupun biaya.
Inti dari lean adalah menghilangkan pemborosan (waste) yang menghambat produktivitas. Dalam praktiknya, terdapat tujuh jenis pemborosan yang diidentifikasi: produksi berlebih, waktu tunggu, transportasi tidak efisien, proses berlebihan, stok berlebih, gerakan yang tidak perlu, dan produk cacat.
Namun lebih dari itu, lean adalah pendekatan budaya dan cara berpikir. Ia menempatkan karyawan sebagai agen perubahan, mendorong perbaikan berkelanjutan (kaizen), dan menekankan pentingnya komunikasi lintas fungsi dalam organisasi.
Data menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan lean secara menyeluruh mengalami peningkatan performa yang luar biasa.
Dalam banyak studi internasional, lean mampu menurunkan biaya produksi hingga 30%, meningkatkan produktivitas sebesar 35%, serta mengurangi persediaan hingga 50%.
Bahkan, beberapa perusahaan mencatatkan pengembalian investasi (ROI) lebih dari 200% dalam waktu kurang dari dua tahun setelah menerapkan lean secara konsisten.
Lean juga terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas produk. Dengan memperbaiki alur kerja dan menghilangkan kesalahan sistematis, tingkat cacat menurun drastis, sehingga mengurangi biaya rework dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
Di Indonesia, berbagai perusahaan telah mulai membuktikan manfaat lean, mulai dari industri otomotif, makanan, hingga manufaktur berbasis agro.
Salah satu contohnya adalah PT Oriental Manufacturing Indonesia, produsen komponen otomotif berbasis plastik. Setelah menerapkan metode SMED dan Line Balancing, perusahaan ini berhasil menurunkan waktu produksi dari lebih dari 35 ribu detik menjadi hanya 26 ribu detik, serta meningkatkan efisiensi lini kerja dari 36% menjadi 48%.
Dari sektor UMKM, industri kopi arabika di Sumatera Barat menunjukkan peningkatan produktivitas signifikan setelah menerapkan prinsip 5S dan value stream mapping. Waktu tunggu produksi berkurang hingga 63%, sementara proses changeover menjadi 50% lebih cepat.
Tak hanya itu, pabrik gula dalam negeri juga melaporkan peningkatan produktivitas dari 78% menjadi 87% setelah menerapkan lean secara bertahap melalui perbaikan proses dan pelatihan internal.
Meskipun terlihat menjanjikan, implementasi lean bukan tanpa tantangan. Banyak perusahaan yang gagal bukan karena konsepnya salah, tetapi karena pendekatannya tidak tepat. Untuk itu, ada beberapa pilar penting yang harus diperhatikan:
1. Komitmen Manajemen Puncak
Lean bukan proyek teknis semata. Tanpa dukungan dan komitmen kuat dari manajemen, penerapannya hanya akan menjadi kosmetik sementara. Manajemen harus terlibat aktif dalam perencanaan, penganggaran, dan evaluasi program lean.
2. Value Stream Mapping (VSM)
Pemetaan alur nilai merupakan langkah awal yang wajib dilakukan. Dengan memahami aliran proses secara keseluruhan, perusahaan bisa dengan akurat mengidentifikasi titik-titik pemborosan dan peluang perbaikan.
3. Budaya Kaizen
Lean akan gagal jika tidak dibarengi dengan budaya perbaikan berkelanjutan. Di sinilah pentingnya membangun budaya kaizen, di mana setiap karyawan, dari operator hingga supervisor, terlibat dalam menyumbang ide perbaikan kecil setiap harinya.
4. Penerapan Tools Lean
Berbagai tools seperti 5S, Kanban, SMED, dan Jidoka bisa diterapkan secara bertahap. Yang penting bukan seberapa banyak tools yang digunakan, tetapi seberapa relevan dan konsisten penerapannya.
5. Mulai dari Skala Kecil
Alih-alih menerapkan lean di seluruh organisasi secara sekaligus, jauh lebih efektif jika dimulai dari satu lini atau satu proses. Hasilnya bisa menjadi studi kasus internal yang memperkuat kepercayaan tim sebelum diperluas.
Salah satu tantangan terbesar dalam penerapan lean di Indonesia adalah budaya organisasi yang masih resistif terhadap perubahan. Banyak karyawan—terutama yang sudah lama bekerja—cenderung nyaman dengan rutinitas lama dan enggan mencoba metode baru.
Selain itu, kurangnya pelatihan dan pemahaman mendalam tentang lean sering menyebabkan implementasi menjadi setengah hati. Beberapa perusahaan bahkan menerapkan lean hanya karena tuntutan sertifikasi atau tren pasar, tanpa memahami filosofi di baliknya.
Harus diakui bahwa mengubah pola pikir bukan pekerjaan sehari dua hari. Namun, dengan pendekatan komunikasi yang terbuka, pelatihan berkelanjutan, dan keterlibatan langsung dari manajemen, resistensi tersebut bisa secara perlahan dikikis.
Kesimpulan
Dengan indeks PMI (Purchasing Managers’ Index) manufaktur Indonesia yang menunjukkan tren ekspansi di tahun 2025, ini adalah saat yang tepat untuk melakukan transformasi sistem produksi.
Lean manufacturing bukan sekadar solusi efisiensi ia adalah jalan menuju keberlanjutan bisnis di tengah tantangan global yang semakin kompleks.
Indonesia tidak kekurangan potensi. Yang dibutuhkan adalah kemauan untuk berubah dan komitmen jangka panjang untuk menanamkan budaya lean secara menyeluruh.
Bila dilakukan dengan benar, lean manufacturing bukan hanya akan meningkatkan efisiensi dan profitabilitas, tetapi juga menjadikan industri kita lebih tangguh dan berdaya saing tinggi di tingkat internasional.
Penulis: Muhammad Ikhsan Hizbatullah (Mahasiswa Teknik Industri, Universitas Pamulang)
Tidak ada komentar