Jakarta, – Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, membantah rencana menurunkan ambang batas (threshold) omzet usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari Rp 4,8 miliar menjadi Rp 3,6 miliar per tahun untuk memanfaatkan tarif pajak penghasilan (PPh) final dan status pengusaha kena pajak (PKP).
“Belum ada rencana. Threshold tetap di Rp 4,8 miliar,” ujar Airlangga, Kamis (19/12/2024).
Ia menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada pembahasan di tingkat pemerintah terkait hal tersebut. Namun, ia mengakui adanya evaluasi rutin terhadap ambang batas UMKM yang terkena pajak atau menikmati tarif PPh Final 0,5%.
Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menjelaskan bahwa rekomendasi dari Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menjadi dasar usulan kajian kebijakan ini.
OECD menilai bahwa batas omzet UMKM di Indonesia terlalu tinggi dibandingkan praktik terbaik di negara lain.
“OECD merekomendasikan penyesuaian threshold agar lebih sesuai dengan prinsip keadilan dan perluasan tax base,” ujar Susiwijono. Namun, ia menekankan bahwa kajian tersebut masih bersifat internal dan belum ada keputusan resmi.
Susiwijono juga memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan masuk dalam paket insentif ekonomi pemerintah terkait PPh Final 0,5% untuk UMKM yang berlaku hingga 2025.
Jika nantinya keputusan penurunan threshold menjadi Rp 3,6 miliar diterapkan, perubahan tersebut akan dilakukan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.
Meski begitu, Susiwijono menegaskan bahwa perubahan ini masih dalam tahap kajian dan belum tentu akan diberlakukan.
Pemerintah, kata dia, tetap fokus pada kebijakan yang mendukung UMKM, terutama dalam menghadapi pemberlakuan PPN 12% pada Januari 2025.